Pondok Pesantren Cipasung adalah sebuah pesantren salaf pedalaman. Terletak di dataran tinggi 600 meter di atas permukaan air laut. Karakternya sama dengan pesantren-pesantren salaf di daerah pantai. Berada di daerah pedesaan, menyatu dengan masyarakat sekitar dan komitmen terhadap perjuangan kemaslahatan umat.
Didirikan oleh seorang pemuda usia 20 tahun, bernama Ruhiat pada tahun 1931 ini. Bermula dengan modal 40 orang santri bawaan dari pesantren Cilengak, yang diasuh KH Subalik, kakak iparnya sendiri. Sejak awal tahun 50 an, ponpes Cipasung berkembang pesat. Itu terjadi karena Ruhiat memiliki derajat keilmuan keagamaan yang cukup memadai. Ilmu-ilmu itu antara lain didapat dari pesantren Cilengak, pesantren Cintawanah,
Didirikan oleh seorang pemuda usia 20 tahun, bernama Ruhiat pada tahun 1931 ini. Bermula dengan modal 40 orang santri bawaan dari pesantren Cilengak, yang diasuh KH Subalik, kakak iparnya sendiri. Sejak awal tahun 50 an, ponpes Cipasung berkembang pesat. Itu terjadi karena Ruhiat memiliki derajat keilmuan keagamaan yang cukup memadai. Ilmu-ilmu itu antara lain didapat dari pesantren Cilengak, pesantren Cintawanah,
Pesantren Mangunreja (keduanya di Kecamatan Singaparna), pesantren Kubangsari, pesantren Lowisari, dan pesantren Sukareja, Garut. Meski KH Ruhiat Cuma tamatan pesantren salaf plus tamatan Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) wawasan keagamaannya sangat luas dan lentur. Itu terbukti dengan keterbukaannya terhadap unsur-unsur baru dari luar. Pada tahun 1953, KH Ruhiat mendirikan Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) di pesantren. Pengajian model salaf weton dan sorogan tetap menjadi modal utamanya. Dan madrasah Ibtidaiyah diniyah tetap berjalan sebagaimana mestinya. Tahun 1954 mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Itu juga tak berpengaruh kepada kemajuan di bidang pengajaran keagamaan.
Alhasil bagi Ajengan Ruhiat ilmu adalah ilmu. Seperti halnnya keilmuan di abda tengah. Ilmu apapun yang bergna bagi kemajuan kemanusiaan, pemiliknya berhak dipanggil sebagai ahli limu. Pandangan itu ditunjang pengalaman Kiau Ruhiat di berbagai lembaga kehidupan. Di samping aktif sebagai pengurus NU, juga termasuk salah seorang tokoh perjuangan kebangsaan. Beliau bersama KH Zainal Mushfhofa, sahabatnya, memberontak terhadap penjajah Jepang dalam suatu perlawanan yang dikenal dengan Pemberontakan Sukamanah.
Akibat pemberontakan itu KH Zainal Mushfhofa gugur. Dan KH Ruhiat ditahan selama dua bulan oleh Jepang. Ketika itu pondok pesantren Cipasung memang menjadi pusat pemberontakan. Kejadian itu menyebabkan popularitas KH Ruhiat terus menjadi-jadi dan pesantren pun makin menarik perhatian masyarakat. Itu sebabnya kemenyatuan pesantren dengan perjuangan kebangsaan makin nyata. Mengajarkan agama bukan Cuma untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Tetapi juga sekaligus untuk menjadikan pemuda bangsa sebagai warga negara yang mau bersusah payah dan mengorbankan jiwa raganya demi kepentingan bangsa.
Mungkin karena itulah usai proklamasi kemerdekaan Ruhiat ditawari jabatan penting dalam pemerintahan RI. Tetapi orang yang lahir dari pasangan H. Abdul Ghafur dengan H. Umayyah menolak dengan ikhlas. Ini bukan karena harta warisan ayah yang Kepala Desa Cipakat sudah melimpah, tapi dia mempunya alasan sangan mendasar. Yakni kesesuaian kepribadian dan profesi dengan pekerjaan yang ditekuninya. Ia lebih suka membina pendidikan pesantren dari pada duduk di atas kursi pemerintahan.
Membina pesantren dan aktif mengurus NU adalah warisan tradisi pendahulunya. KH Subanlik guru Ruhiat pada waktu wafatnya masih menyandang jabatan Rais PC NU Tasikmalaya. Ruhiat pun wafat ketika masih sedang menyandang jabatan yang sama. Dalam diri Ruhiat, Pesantern – NU – Negara – telah menjadi satu. Yang terpampang dalam benaknya bagaimana nilai-nilai ke-NU-an yang bersendikan nilai keilmuan itu linier dalam masyarakat dan bangsa ini. Maka pada 1959 pesantren Cipasung mendirikan SMA. Dengan demikian lengkaplah adanya pendidikan dasar dan menengah dalam Pesantren Cipasung. Sehingga muncul ide baru untuk melengkapi seluruh jenjang pendidikan yang berlaku di negeri ini.
Pada 25 September 1965 Yayasan Pondok Pesantren Cipasung mendirikan Fakultas Tarbiyah Cipasung. Diresmikan oleh KH Syaifuddin Zuhri, Menteri Agama dari NU ketika itu. Ini adalah kepeloporan di kalangan pesantren salaf. Sebab ketika itu di Jawa Timur baru Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang yang mendirikan Perguruan Tinggi yang namanya sekarang terkenal Universitias Darul Ulum. Sekarang santri Cipasung keseluruhannya kurang lebih 6000 orang. Yang 3500 orang bermukim di asrama pesantren Cipasung. Sedangkan yang 2500 orang terdiri dari anak-anak dari luar pesantren dan dari pesantren lain disekitarnya.
Alhasil bagi Ajengan Ruhiat ilmu adalah ilmu. Seperti halnnya keilmuan di abda tengah. Ilmu apapun yang bergna bagi kemajuan kemanusiaan, pemiliknya berhak dipanggil sebagai ahli limu. Pandangan itu ditunjang pengalaman Kiau Ruhiat di berbagai lembaga kehidupan. Di samping aktif sebagai pengurus NU, juga termasuk salah seorang tokoh perjuangan kebangsaan. Beliau bersama KH Zainal Mushfhofa, sahabatnya, memberontak terhadap penjajah Jepang dalam suatu perlawanan yang dikenal dengan Pemberontakan Sukamanah.
Akibat pemberontakan itu KH Zainal Mushfhofa gugur. Dan KH Ruhiat ditahan selama dua bulan oleh Jepang. Ketika itu pondok pesantren Cipasung memang menjadi pusat pemberontakan. Kejadian itu menyebabkan popularitas KH Ruhiat terus menjadi-jadi dan pesantren pun makin menarik perhatian masyarakat. Itu sebabnya kemenyatuan pesantren dengan perjuangan kebangsaan makin nyata. Mengajarkan agama bukan Cuma untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Tetapi juga sekaligus untuk menjadikan pemuda bangsa sebagai warga negara yang mau bersusah payah dan mengorbankan jiwa raganya demi kepentingan bangsa.
Mungkin karena itulah usai proklamasi kemerdekaan Ruhiat ditawari jabatan penting dalam pemerintahan RI. Tetapi orang yang lahir dari pasangan H. Abdul Ghafur dengan H. Umayyah menolak dengan ikhlas. Ini bukan karena harta warisan ayah yang Kepala Desa Cipakat sudah melimpah, tapi dia mempunya alasan sangan mendasar. Yakni kesesuaian kepribadian dan profesi dengan pekerjaan yang ditekuninya. Ia lebih suka membina pendidikan pesantren dari pada duduk di atas kursi pemerintahan.
Membina pesantren dan aktif mengurus NU adalah warisan tradisi pendahulunya. KH Subanlik guru Ruhiat pada waktu wafatnya masih menyandang jabatan Rais PC NU Tasikmalaya. Ruhiat pun wafat ketika masih sedang menyandang jabatan yang sama. Dalam diri Ruhiat, Pesantern – NU – Negara – telah menjadi satu. Yang terpampang dalam benaknya bagaimana nilai-nilai ke-NU-an yang bersendikan nilai keilmuan itu linier dalam masyarakat dan bangsa ini. Maka pada 1959 pesantren Cipasung mendirikan SMA. Dengan demikian lengkaplah adanya pendidikan dasar dan menengah dalam Pesantren Cipasung. Sehingga muncul ide baru untuk melengkapi seluruh jenjang pendidikan yang berlaku di negeri ini.
Pada 25 September 1965 Yayasan Pondok Pesantren Cipasung mendirikan Fakultas Tarbiyah Cipasung. Diresmikan oleh KH Syaifuddin Zuhri, Menteri Agama dari NU ketika itu. Ini adalah kepeloporan di kalangan pesantren salaf. Sebab ketika itu di Jawa Timur baru Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang yang mendirikan Perguruan Tinggi yang namanya sekarang terkenal Universitias Darul Ulum. Sekarang santri Cipasung keseluruhannya kurang lebih 6000 orang. Yang 3500 orang bermukim di asrama pesantren Cipasung. Sedangkan yang 2500 orang terdiri dari anak-anak dari luar pesantren dan dari pesantren lain disekitarnya.
Mereka yang datang dari pesantren lain itu belajar di Cipasung pada IAIC. Meningat, sampai saat itu baru di Cipasung yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Pesantren Sukamanah sendiri pendidikan formalnya baru tingkat SMTA. Itu sebabnya, pesantren-pesantren itu dengan sendirinya berfungsi sebagai pesantren penyangga. Terlebih, karena pesantren-pesantren sekitar itu sebagian besar diasuh oleh Kiai alumni pesantren Cipasung.
Apa yang menjadi kelebihan Cipasung di daerah kabupaten yang dulu dikenal dengan kerajinan rakyat payung kertas itu, bukan saja penyelenggaraan pendidikannya.. tetapi juga keistimewaan dan keterbukaan pribadi para pengasuhnya terhadap perjuangan umat diluar tembok pesantren. Kiai Ruhiat dinilai memiliki dua macam keistimewaan. Pertama ketika terjadi pemberontakan DI-TII Kiai Ruhiat dikepung pasukan pemberontak. Ia dipaksa ikut, tapi menolak. Sejumlah pasukan menyeret dan mengangkatnya. Tapi tak berhasil karena tubuh Kiai dirasakan terlalu berat.
Keistimewaan kedua ialah keselamatan Kiai Ruhiat dari brondongan pasukan Belanda pada masa Agresi II 1948. Sejumlah pasukan Belanda mengejar-ngejar tiga orang pasukan Indonesia yang menyelinap ke Jamaah Salat yang sedang di Imami Kiai Ruhiat. Pasukan Belanda memberondongkan peluru senapannya ke arah Kiai. Kiai selamat, tiga orang santrinya mati tertembak. KH Ilyas Ruhiat yang mengendalikan pesantren sejak wafat Kiai Ruhiat, ayahnya, 28 Nopember 1977 memiliki dedikasi yang sangat tinggi terhadap perjuangan di luar pesantren.
Karir ke NU-anya, mencapai puncaknya. Dari Ra’is Pengurus Cabang NU Tasikmalaya, kemudian Ra’is Pengurus Wilayah NU Jawa Barat, dan terakhir Ra’is Am PBNU. Kesinambungan kaderisasi ke NU-anya rupanya begitu mapan di pesantren ini. Jika Kiai Ruhiat ber-NU- sejak di Cilengak karena warisan Kiai Subanlik. Kiai Ilyas Ruhiat ber-NU karena warisan ayahnya.
Sumber : Majalah Aula. Oktober 1994
Apa yang menjadi kelebihan Cipasung di daerah kabupaten yang dulu dikenal dengan kerajinan rakyat payung kertas itu, bukan saja penyelenggaraan pendidikannya.. tetapi juga keistimewaan dan keterbukaan pribadi para pengasuhnya terhadap perjuangan umat diluar tembok pesantren. Kiai Ruhiat dinilai memiliki dua macam keistimewaan. Pertama ketika terjadi pemberontakan DI-TII Kiai Ruhiat dikepung pasukan pemberontak. Ia dipaksa ikut, tapi menolak. Sejumlah pasukan menyeret dan mengangkatnya. Tapi tak berhasil karena tubuh Kiai dirasakan terlalu berat.
Keistimewaan kedua ialah keselamatan Kiai Ruhiat dari brondongan pasukan Belanda pada masa Agresi II 1948. Sejumlah pasukan Belanda mengejar-ngejar tiga orang pasukan Indonesia yang menyelinap ke Jamaah Salat yang sedang di Imami Kiai Ruhiat. Pasukan Belanda memberondongkan peluru senapannya ke arah Kiai. Kiai selamat, tiga orang santrinya mati tertembak. KH Ilyas Ruhiat yang mengendalikan pesantren sejak wafat Kiai Ruhiat, ayahnya, 28 Nopember 1977 memiliki dedikasi yang sangat tinggi terhadap perjuangan di luar pesantren.
Karir ke NU-anya, mencapai puncaknya. Dari Ra’is Pengurus Cabang NU Tasikmalaya, kemudian Ra’is Pengurus Wilayah NU Jawa Barat, dan terakhir Ra’is Am PBNU. Kesinambungan kaderisasi ke NU-anya rupanya begitu mapan di pesantren ini. Jika Kiai Ruhiat ber-NU- sejak di Cilengak karena warisan Kiai Subanlik. Kiai Ilyas Ruhiat ber-NU karena warisan ayahnya.
Sumber : Majalah Aula. Oktober 1994
ini sumbernya masih gk ya
BalasHapusada sahabat. itu langsung ngambil dari bukunya langsung
Hapus