Mustahik adalah badan atau orang yang berhak menerima zakat. Dalam surat At-Taubah ayat 60, dijelaskan kelompok-kelompok yang berhak menerima zakat yaitu firman Allah SWT.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan oang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah [9]:60)”.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan oang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah [9]:60)”.
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa penyaluran zakat itu hanya diserahkan kepada delapan golongan :
1. Fakir (al-Fuqara)
Al-Faqir adalah kelompok pertama yang menerima bagian zakat. Menurut mazhab Hanbali dan Syafii adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Dia tidak memiliki suami ayah ibu, dan keturunan yang dapat membiayainya, baik untuk membeli makanan, pakaian, maupun tempat tinggal.
Sedang menurut Imam Hanafi adalah orang yang mempunyai harta kurang dari nisbah, sekalipun dia sehat dan mempunyai pekerjaan. Kalau orang yang mempunyai harta sampai senisbah apapun bentuknya yang dapat memenuhi kebutuhan primer. Seperti tempat tinggal (rumah), alat-alat rumah, dan pakaian. Maka orang yang memiliki harta seperti itu atau lebih, tidak boleh diberikan zakat. Bahwa orang yang mempunyai harta sampai nisbah maka ia wajib zakat. Orang yang wajib mengeluarkan zakat berarti ia tidak wajib menerima zakat.
Selain dari Mahzab Hanafi dan Syafi’i, Hanbali : yang dianggap kebutuhan itu bukan berdasarkan yang dimiliki akan tetapi kebutuhan. Maka barang siapa yang tidak membutuhkan, diharamkan untuk menerima zakat, walaupun ia tidak mempunyai sesuatu. Dan orang yang membutuhkan tentu dibolehkan untuk menerima zakat, sekalipun ia mempunyai harta sampai nisbah, karena yang dinamakan fakir itu artinya yang membutuhannya.
Ulama modern juga mengartikan fakir tidak jauh berbeda dari ulama klasik, yakni yang dimaksud dengan fakir adalah mereka yang tidak mendapati sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhan mereka beserta keluarganya.
2. Miskin (al-Masakin)
Al-Masakin adalah bentuk jamak dari kata al-miskin. Kelompok ini merupakan kelompok kedua penerima zakat. Orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan tetapi penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi hajat hidupnya. Mazhab Hanbali dan Syafi’i mengartikan miskin adalah orang fakir lebih sengsara dibandingkan dengan orang miskin.
Masih menuruti Imam Hanbali dan Syafi’i al-Maskin memiliki pekerjaan atau mampu bekerja, tetapi penghasilannya hanya mampu memenuhi lebih dari sebagian hajat kebutuhannya, tidak mencukupi seluruh hajat hidupnya. Artinya dengan cukup ialah dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dari sisa terbesar hidupnya.
3. Al-Amil (Panitia Zakat)
Adalah orang yang memiliki wewenang untuk mengurus zakat yang wewenang itu diperoleh dari pihak penguasa. Karena itu Allah berfirman : al-amiluna’alaiha (pengurus-pengurus zakat), Allah tidak berfirman al-amiluna fiha (pengurus-pengurus dalam hal zakat). Firman ini mengandung arti bahwa mereka memiliki semacam kewenangan untuk memungut zakat dari orang-orang yang berhak mengeluarkan zakat sekaligus mendistrubusikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Bagian yang diberikan kepada para panitia dikategorikan sebagai upah atas kerja yang dilakukan. Meskipun panitia zakat orang kaya, panitia masih tetap diberi bagian zakat. Karena, jika hal itu dikateggorikan sebagai zakat atau sedekah, dia tidak boleh mendapatkannya. Pengelolaan zakat menurut UU No. 38 tahun 1999, adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”.
Sedangkan orang yang berwenang untuk mengelola zakat adalah seperti Lembaga Amil Zakat, Infaq, Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LazisNU) yang dibentuk oleh organisasi keagamaan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
a. Amil zakat adalah mereka yang bertindak mengerjakan yang berkaitan dengan :
- Pengumpulan
- Penyimpanan
- Penjagaan
- Pencatatan, dan
- Penyaluran harta zakat
b. Pihak amil zakat harus orang yang :
- Muslim
- Laki-laki
- Jujur, dan
- Mengetahui hukum zakat
c. Pengurus zakat berhak mendapat bagian dari kuota amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah yang pantas walaupun mereka orang fakir.
d. Para amil tidak diperkenankan menerima sogokan, hadian atau hibah baik dalam bentuk uang atau barang uang atau barang.
e. Para petugas zakat harus mempunyai etika keIslaman secara umum, seperti penyantun dan ramah kepada para wajib zakat.
4. Mu’allaf (Yang perlu ditundukkan hatinya)
Yang masuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam. Mereka diberi bagian dari zakat agar niat mereka memasuki Islam menjadi kuat. Mereka terdiri atas dua macam : Muslim dan Kafir.
Adapun mu’allaf yang sudah muslim boleh diberi bagian zakat karena kita perlu menarik perhatian mereka dengan alasan-alasan berikut :
d. Para amil tidak diperkenankan menerima sogokan, hadian atau hibah baik dalam bentuk uang atau barang uang atau barang.
e. Para petugas zakat harus mempunyai etika keIslaman secara umum, seperti penyantun dan ramah kepada para wajib zakat.
4. Mu’allaf (Yang perlu ditundukkan hatinya)
Yang masuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam. Mereka diberi bagian dari zakat agar niat mereka memasuki Islam menjadi kuat. Mereka terdiri atas dua macam : Muslim dan Kafir.
Adapun mu’allaf yang sudah muslim boleh diberi bagian zakat karena kita perlu menarik perhatian mereka dengan alasan-alasan berikut :
a. Mereka adalah orang-orang yang lemah niatnya untuk memeluk Islam. Mereka diberi bagian zakat agar kuat niatnya dalam memeluk Islam.
b. Orang muslim yang bertempat tinggal di wilayah kaum muslim yang berbatasan dengan orang-orang kafir, untuk menjda agar orang-orang kafir tidak memerangi kita.
c. Kepala suku yang muslim yang dihormati oleh kaumnya, mereka diberi bagian dari zakat agar mereka tetap memeluk Islam.
d. Orang yang memungut zakat dari suatu kaum yang tidak memungkinkan pengiriman zakat itu sampai kepada mereka, meskipun pada dasarnya mereka tidak enggan mengeluarkan zakat.
Para ulama madzhab berbeda pendapat tentan hukum mereka itu, apakah masih berlaku apakah sudah mansuh (dihapus). Menurut yang mengatakan tidak mansuh, apakah yang dibujuk hatinya khusus untuk orang-orang non Islam atau untuk orang-orang Islam yang masih lemah imannya?
Hanafi : Hukum ini berlaku pada permulaan penyebaran Islam, karena lemahnya kaum muslimin. Kalau dalam situasi saat ini dimana Islam sudah kuat, maka hilanglah hukumnya karena sebab-sebabnya tidak ada.
5. Riqab (budak)
Menurut Jumhur Ulama, pengertian budak disini iadalah budak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya (al-mukatabun) untuk dimerdekakan dan tidak memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras dan membanting tulang mati-matian. Maka sangat dianjurkan untuk memberi zakat kepada budak itu agar dapat memerdekakan diri mereka.
Melihat kondisi sekarang, sesuai pengertain Riqab diatas sebagai budak, sementara kondisi zaman sekarang sudah tidak ada perbudakan. Namun dari Rasyid Ridah pengertian riqab dapat dialihkan kepada kelompok atau bangsa yang hendak membebaskan diri mereka dari penjajahan.
6. Gharim (orang berhutang)
Orang yang berhutang menurut Para Ulama dibagi menjadi dua macam, hutang dipergunakan untuk mendamaikan orang atau dua golongan yang sedang bersengketa dan hutang untuk memenuhi kebutuhan (Konsumtif).
Jika utang digunakan untuk kepentingan orang banyak yang berada dibawah tanggung jawabnya (misal pembangunan sarana pendidikan) maka diperbolehkan diberi bagian zakat, meskipun sebenaranya orang tersebut berkecukupan. Namun jika hutang tersebut dipergunakan untuk kepentingan pribadi, dia tidak berhak mendapatkan bagian dari zakat kecuali dia adalah orang yang dianggap fakir.
7. Sabilillah (jihad dijalan Allah)
Menurut Jumhur Ulama orang-orang yang berperang di jalan Allah diberi bagian zakat agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, meskipun mereka itu kaya karena sesungguhnya orang-orang yang berperang itu adalah untuk kepentingan orang banyak. Adapun mereka yang digaji oleh markas komando mereka tidak diberi bagian zakat sebab mereka memiliki gaji.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah para pejuang yang berperang di jalan Allah yang tidak gaji oleh markas komando mereka karena yang mereka lakukan hanya berperang. Untuk masa sekarang yang dimaksud dengan jihad di jalan Allah bukan lagi mereka yang mengangkat senjata, melainkan mereka yang mengangkat pena, menuntut ilmu untuk mengibarkan panji agama di muka bumi ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fisabilillah pada saat sekarang ini adalah para ustad-ustadzah.
8. Ibnu sabil (musafir, oarng yang bepergian)
Orang yang berpergian maksudnya adalah seseorang yang tidak bisa melanjutkan perjalanan karena kehabisan perbekalan. Ia berhak diberi zakat dan karenanya ia bisa pulang ke daerahnya sekalipun di daerahnya ia orang yang berkecukupan.
Muzakki
Adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. Menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. Berdasarkan pengertian tersebut jelas bahwa zakat tidak hanya diwajibkan kepada perorangan saja.
Para ahli fiqih sepakat bahwa setiap muslim, merdeka, baligh dan berakal wajib menunaikan zakat. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang orang yang belum baligh dan gila. Berdasarkan Sabda Rasulullah SAW “Tiga orang berbebas dari ketentuan hukum, kanak-kanak hingga dia baligh, orang tidur hingga ia bangun dan orang gila hingga dia sembuh”.
Syarat-syarat bagi orang yang wajib Zakat adalah :
- Islam
- Merdeka
- Memiliki Nishab, yaitu kelebihan harta milik yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan poko (primer) seperti pangan, sangan, papan, kendaraan dan perabot rumah tangga lainnya.
- Terhindarnya harta zakat dari hutang, baik seluruhnya maupun sebagian besarnya dan tidak sedang dipersengketakan.
- Sempurnanya haul (waktu nishab) hartanya, kecuali biji-bijian dan buah-buahan karena tidak disyaratkan sempurnya waktu.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban zakat. Syarat tersebut antara lain berhubungan dengan Muzakki (orang yang mengeluarkan zakat dan yang berkaitan dengan Harta).
Syarat yang berkaitan dengan Muzakki :
- Islam
- Merdeka
- Harta tersebut dimiliki secara sempurna
- Harta tersebut telah mencapai nishob
- Harta tersebut adalah harta yang berkembang
- Harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok
- Telah mencapai haul (harta bertahan selama setahun)
Pengertian Zakat
Secara bahasa zakat berarti tumbuh (numuww) dan bertambah (ziyadah). Sedangkan menurut syara’ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Definisi dari Mazhab Maliki dengan “mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq). Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.
Sedang definisi menurut Mazhab Hanafi adalah dengan “menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus yang ditentukan oleh syariat”. Mahzab Syafi’i zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan Mahzab Hanbali adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula).
Sumber : https://artikel.masjidku.id/articles-item.php?id=2757
0 Comments: